Kamis, 31 Oktober 2013

METODOLOGI KRITIK MATAN


mata Kuliah Takhrij hadis II
(Studi Kritik Matan)[1]

A.      Pengertian dan Sejarah Kritik Matan

Kata kritik (kritik matan) diambil dari bahasa Arab dari kata naqd yang berarti memilih, membedakan, meneliti atau kritik. Sedangkan kata matan, secaria bahasa berarti punggung jalan, muka jalan, tanah yang tinggi dan keras. Secara istilah kata matan berarti materi, berita, sabda Nabi Saw yang terletak setelah sanad yang terakhir. Jadi, kritik matan hadis dapat dipahami sebagai upaya pemilihan atau penelitian secara seksama terhadap berbagai teks yang terdapat dalam hadis.

Kritik matan termasuk kajian tidak populer dilakukan oleh para ahli hadis dari pada kritik sanad hadis. hal ini disebabkan tradisi penyampaian hadis secara lisan mulai dari generasi sahabat sampai generasi tabi’ tabi’in. tepatnya pada tahun ke 8 hijriah pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan setiap gubernur untuk mencari para ahli agar dapat para ahli hadis tersebut menuliskan setiap hadis yang dihapal untuk dicatat dan dibukukan secara resmi. Mengingat, setiap susunan kata dan kandungan hadis dalam sebuah kalimat, tidak bisa dinyatakan sebagai hadis, apabila tidak ditemukan rangkaian rawi yang sampai kepada Nabi Saw.

1.        Kritik Matan Masa Nabi Saw

Pada masa awal, tradisi kritik hadis muncul sejak masa Nabi Saw. Di mana, salah seorang sahabat Nabi Saw bernama Umar bin Khattab ketika menerima berita dari seseorang bahwa Nabi Saw telah menceraikan istri-istrinya, seketika itu Umar langsung mengecek berita tersebut kepada Nabi Saw. Rasulullah Saw pun menjawab “tidak”. Umarnya akhirnya mengetahui bahwa Rasul hanya bersumpah untuk tidak menggauli istri-istrinya selama sebulan. Pada masa ini sangat mencari keaslian sabda Nabi Saw, sebab para sahabat dapat bertemu langsung dengan Nabi sendiri.
2.    Kritik Matan Masa Sahabat

Kritik terhadap sabda Nabi Saw dilakukan dengan cara mencari kabar kepada sahabat yang pernah terlibat langsung dari Nabi Saw, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Aisyah ketika mengkritik sabda Nabi Saw dari Abu Hurairah (w. 57 H) tentang mayat yang kena azab kubur disebabkan oleh ratapan keluarganya. Ketika itu, Aisyah membantah menyatakan bahwa riwayat tersebut keliru menyampaikan hadis sambil menjelaskan matan yang sesungguhnya, yaitu “suatu ketika Nabi Saw melewati kuburan orang Yahudi dan beliau melihat keluarga si mayat sedang meratap di atas kuburan tersebut. Selanjutnya Aisyah mengutip surah Al-An’am (6) ayat 264 artinya:”.... seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain....” beberapa sahabat juga melakukan hal yang sama, seperti Umar bin Al-Khattab, Ali bin Abi Thalib, Absullah bin Mas’ud, dan Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar.

Upaya kritik matan terhadap sabda Nabi Saw pada masa sahabat adalah dengan cara meneliti kandungan sabda Nabi Saw dengan cara menyesuaikannya dengan apa yang pernah didengar sendiri oleh sahabat, kemudian membandingkannya dengan Alquran.

3.        Kritik Matan Tabi’ Tabi’in

Pada masa ini, terdapat tiga alasan utama para ahli hadis dalam melakukan dan menjaga otentitas (keaslian) hadis, di antaranya: Pertama, pengumpulan hadis yang dilakukan oleh al-Zuhri atas perintah Umar bin Abdul al-‘Aziz. Kedua, lahirnya ilmu kritik hadis dalam arti sesungguhnya. Kelanjutan dari proses “kematangan” kritik sanad. Ketiga, lahirnya semangat kuat untuk melakukan pelacakan hadis sebagaimana yang telah dilakukan oleh para generasi sebelumnya.

4.    Kritik Matan Masa Itba’ Tabi’in

Masa itba’ tabi’in atau generasi tabi’in ketiga pasca sahabat yang dinilai sebagai periode penyempurnaan. Di mana pada masa ini, ilmu hadis sudah mengalami perkembangan yang luar biasa. Ilmu hadis sudah ditekuni oleh banyak para ahli hadis seluruh pelosok dunia. Akibatnya, kritik hadis tak lagi terbatas pada kalangan ulama “Arab”, melainkan di seluruh wilayah Islam.
Akhir abad ke-2 H, sudah dimulai penelitian kritik hadis secara teori dan praktek. Seperti imam Syafi’i dikenal sebagai ulama yang pertama kali mewariskan teori ilmu hadis sebagaimana terdapat dalam karyanya berjudul ar-Risalah (kitab ushul fikih) dan al-umm (kitab fikih).

B.     Metodologi Kritik Matan

Metodologi kritik matan bersandar pada kualitas hadis. apakah hadis tersebut bisa diterima dan dimalakan yang terdiri dari shahih dan hasan; matan tidak jangkal (syadz) dan tidak memiliki cacat (illat). Untuk itu, metodologi yang dilakukan dalam kritik matan adalah metode perbandingan hadis dengan menggunakan pendekatan rasional.

Metode perbandingan matan ini telah dilakukan sejak masa sahabat dalam menentukan atau memilih sejauh mana keaslian sabda Nabi Saw. Perbandingan hadis dengan Alquran, perbandingan hadis dengan hadis. Selain itu, melihat perbandingan hadis dengan fakta sejarah. Jika terjadi pertentangan, maka hadis yang bersangkutan dicoba untuk di-takwil atau di-takhsish, sesuai sifat dan tingkat pertentangannya. Tujuannya adalah untuk mengkompromikan satu hadis dengan hadis yang lainnya. Tetapi, jika tidak bisa dikompromikan, maka dilakukan tarjih yaitu mencari dalil yang lebih tinggi tingkat keshahihannya.

Manfaat dilakukannya kritik matan antara lain:
1.   Terhindar dari kekeliruan dalam menerima riwayat hadis
2.   Mengetahui adanya kemungkinan kesalahan rawi hadis dalam meriwayatkan hadis.
3.   Menghindari pemalsuan atau manipulasi hadis oleh oknum tertentu yang berkepentingan ingin berlindung atas nama syariat.
4.   Menghadapi kemungkinan terjadinya kontradiksi antara beberapa periwayat hadis.

Secara rinci, terdapat dua aspek dalam melakukan kritik matan yaitu matan hadis tidak mengandung syadz (keraguan) dan ‘illat (cacat).

1.    Kritik matan yang tidak mengandung unsur syadz (keraguan), yaitu: (1) matan hadis tidak berdiri sendiri, tetapi terdapat matan yang serupa dalam riwayat lainnya, (2) Matan tidak  bertentangan dengan  hadis yang lebih kuat kualitasnya, (3) Matan tidak bertentangan dengan Alquran, (4) matan itu bertentangan dengan logika dan fakta sejarah.
1.        Kritik matan tidak mengandung ‘illat dengan kriteria: (a) matan tersebut tidak mengandung idraj (sisipan), (b) matan hadis tidak mengandung ziyadah (tambahan), (c) matan hadis tidak mengandung maqlub (pergantian lafaz atau kalimat), (d) matan tidak terjadi idhthirab (pertentangan yang tidak bisa dikompromikan), (e) matan tidak mengalami kerancuan lafaz dan penyimpangan makna yang jauh dari matan hadis tersebut.

C.      Langkah-Langkah dalam Melakukan Kritik Matan

Terdapat lima langkah dalam melakukan kritik matan, di antaranya:

1.        Menghimpun hadis yang memiliki kesamaan tema.

Indikator yang termasuk memiliki kesamaan tema antara lain: (a) setiap hadis yang memiliki sumber sanad dan matan yang sama, baik matan yang diriwayatkan secara lafaz maupun makna, (b) Setiap hadis yang mengandung makna yang sama baik yang se-ide atau bertolak belakang ide yang terkandung dalam matan tersebut, (c) Se-tema dalam arti dalam satu bidang disiplin ilmu, seperti bidang aqidah, ibadah, muamalat dan lain sebagainya.

Perlu diingat bahwa hadis tepat untuk dibandingkan adalah hadis yang memiliki kualitas sanad dan matan yang sederajat. Contoh, jika hadis yang akan dibandingkan berkualitas shahih, maka hadis pembandingnya harus berkualitas shahih juga. Begitu juga dengan matan akan dibandingkan yang tidak mengalami syadz (keraguan), maka matan pembandingnya dalam riwayat lain juga tidak mengalami syadz. Adapun, perbedaan matan dari hasil perbandingan tersebut jika memiliki kesamaan makna, maka perbedaan tersebut dapat ditoleransi.

2.        Melihat Tingkat Kesahihan matan melalui pendekatan hadis

Kaidah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjawab jika suatu matan bertentangan dengan matan lainnya, dengan asumsi bahwa tidak mungkin Nabi Saw melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan sabdanya yang lain (galau). Hakekatnya, setiap kandungan matan tidak ada yang bertentangan dengan hadis dan Alquran.

Jika terdapat hadis yang seolah-olah bertentangan, maka cara penyelesaian dengan melakukan pendekatan ilmu mukhtalifu al-hadis. Imam Syafi’i mengemukakan empat cara menyelesaikannya, yaitu: (a) mencari dan menentukan kandungan makna matan mana saja yang bersifat universal dan terperinci, (b) mencari dan menentukan kandungan matan mana saja yang bersifat umum dan khusus, (c) menentukan matan mana saja yang dinilai mengandung makna dihapus (nasakh) dan yang menghapus (mansukh), (d) mengupayakan sebisa mungkin kedua matan yang bertentangan dapat diamalkan.

3.        Melihat Tingkat Kesahihan matan melalui pendekatan Alquran

Penelitian matan dengan cara ini dilakukan berawal dari pandangan bahwa Alquran adalah sebagai sumber pertama dalam ajaran Islam. Oleh sebab itu, Alquran hendaknya difungsikan sebagai penentu hadis yang dapat diterima tetapi tidak sebaliknya. Akan tetapi, jika terdapat matan yang  seolah-olah bertentangan dengan Alquran, maka cara yang ditempuh adalah dengan melakukan ta’wil atau menerapkan ilmu mukhtalif al-hadis sebagaimana telah diuraikan di atas.

4.        Melihat Tingkat Keshahihan Matan dengan Pendekatan Bahasa

Pendekatan bahasa dilakukan adalah sebagai upaya untuk mengetahui sejauh mana kualitas hadis yang terfokus dalam beberapa aspek, di antaranya: (a) melihat kesesuaian susunan bahasa dalam matan dengan kaidah bahasa Arab,  (b) Melihat sejauh mana penggunaan kata dan atau istilah dalam matan tersebut, kemudian menyesuaikannya dengan penerapan kata-kata yang sering digunakan pada masa Nabi Saw. Jika kata yang terkandung dalam matan tersebut menggunakan kata-kata yang muncul dalam literatur Arab Modern, maka dapat dinyatakan matan tersebut tidak bisa digunakan, (c) matan hadis mengandung nilai-nilai ketauladanan yang dapat mengambarkan karakteristik kenabian Muhammad Saw, (d) menelusuri kesamaan makna dan atau pemahaman antara makna kata dalam matan dengan pemahaman si pembaca dan atau oleh si peneliti hadis.

5.        Melihat Tingkat Keshahihan Matan dengan Pendekatan Sejarah

Pembahasan hadis baik secara sanad maupun matan, tidak bisa melepaskan dari aspek sejarah. Kajian kritik matan dalam aspek sejarah, umumnya digunakan sebagai media pemahaman hadis. Tetapi, aspek sejarah dalam perspektif keshahihan matan di sini adalah untuk melihat sejauhmana kandungan matan tersebut apakah sesuai atau bertentangan dengan fakta sejarah. jika kandungan dalam matan tersebut bertentangan dengan fakta sejarah, maka tingkat keshaihan matan tersebut gugur.

D.     Petunjuk Teknis Pembahasan Makalah dan Contohnya

Setiap mahasiswa yang sudah terbagi dalam kelompok dan bahan materi hadis masing-masing, pada prinsipnya diperkenankan membuat makalah di luar petunjuk teknis ini selama tidak bertentangan dengan substansi dan metodologi penelitian kritik matan yang berlaku secara umum. Tetapi, petunjuk teknis ini dibuat bertujuan untuk mempermudah bagi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas kuliah dalam materi takhrij hadis II, kajian kritik matan.

Langkah-langkah pembuatan makalah:

1.        Setiap kelompok mahasiswa melakukan penelusuran matan (sesuai dengan materi masing-masing), melalui program komputerisasi maktabah syamilah. Kitab hadis yang ditelusuri adalah kitabut tis’ah (kitab sumber hadis yang sembilan), terdiri dari kitab: (a) sunan Abu Dawud, (b) sunan Darimi, (c) sunan Ibnu Majah, (d) sunan Tirmidzi, (e) sunan Nasa’I, (f) shahih Bukhari, (g) shahih Muslim, (h) musnad Ahmad ibn Hambal, (i) Muwatha’ Malik.
2.        Penelusuran matan dalam kitab sumber hadis yang sembilan (kitabut tis’ah). Kemudian menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Contoh,[2] penelusuran matan berdasarkan lafaz كلمة عدل dalam kitabut tis’ah, sebagai berikut:

Hadis Pertama, terdapat dalam kitab sunan Abu dawud, yaitu:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Jihad yang paling utama adalah mengatakan yang benar dihadapan penguasa yang jahat.

Hadis kedua, terdapat dalam kitab sunan Tirmidzi, yaitu:
أن النبي صلى الله عليه و سلم قال إن من أعظم الجهاد كلمة عدل عند سلطان جائر
Bahwasanya Nabi Saw bersabda: sesungguhnya yang termasuk jihad yang paling agung adalah mengatakan yang benar dihadapan penguasa yang jahat.

Hadis ketiga, terdapat dalam kitab Musnad Ahmad ibn HAmbal, yaitu:

جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم وهو عند الجمرة الأولى فقال يا رسول الله أي الجهاد أفضل قال فسكت عنه ولم يجبه ثم سأله عند الجمرة الثانية فقال له مثل ذلك فلما رمى النبي صلى الله عليه و سلم جمرة العقبة ووضع رجله في الغرز قال أين السائل قال كلمة عدل عند إمام جائر
Seseorang telah datang menghadap Nabi Saw ketika dia melaksanakan jumrah pertama, maka ia berkata ya, Rasulullah jihad yang paling utama itu apa, maka Rasulullah Saw diam dan tidak menjawabnya, kemudian orang tersebut bertanya lagi pada jumrah kedua dengan pertanyaan yang sama maka ketika Nabi Saw melewati jumrah ‘aqabah dan ketika ia meletakkan kedua kakinya semula. Beliau bersabda di mana orang yang bertanya tadi, maka beliau bersabda (menjawab), jihad yang paling utama adalah berkata yang benar dihadapan imam yang jahat.

Berdasarkan penelusuran matan melalui program komputerisasi maktabah syamilah pada كلمة عدل penulis hanya menemukan tiga hadis dengan lafaz yang berbeda-beda.

3.        Menentukan tingkat keshahihan matan, melalui metodologi kritik matan (lihat: halaman 4-6, bagian pembahasan C tentang Langkah-Langkah dalam Melakukan Kritik Matan).

Contoh, berdasarkan kriteria keshahihan matan di atas. Dapat dipahami bahwa matan hadis tentang keutamaan jihad dihadapan penguasa adalah shahih dengan pertimbangan sebagai berikut:

a.      Dilihat dari aspek temanya bahwa hadis tentang “keutamaan jihad dihadapan penguasa yang jahat” memiliki tema yang sama yaitu tentang “keutamaan berjihad”

b.      Dilihat dari aspek perbandingan hadis bahwa tidak terdapat pertentangan makna antara hadis yang satu dengan yang lainnya. Tetapi sebaliknya, saling melengkapi dan mendukung, walaupun terdapat penambahan kata dan atau kalimat, sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel Perbandingan Hadis
dan kritik terhadap syadz dan illat dalam matan.[3]

Matan
جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم وهو عند الجمرة الأولى فقال يا رسول الله أي الجهاد أفضل قال فسكت عنه ولم يجبه ثم سأله عند الجمرة الثانية فقال له مثل ذلك فلما رمى النبي صلى الله عليه و سلم جمرة العقبة ووضع رجله في الغرز قال أين السائل قال كلمة عدل عند إمام جائر
Kitab
Persamaan
Perbedaan
Abu Dawud
1.    Persamaan secara umum:
كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ ... جَائِرٍ
2.    Lafazأفضل terdapat pada Abu Dawud dan Ahmad.
3.    Lafaz إمام hanya terdapat pada Ahmad
4.    Lafaz سُلْطَانٍ terdapat pada Abu Dawud dan Tirmidzi
أَفْضَلُ الْجِهَادِ ....
Tirmidzi
أن النبي (ص) قال إن من أعظم ....
Ahmad ibn Hambal
جاء رجل إلى النبي (ص) وهو عند الجمرة الأولى فقال يا رسول الله أي الجهاد أفضل قال فسكت عنه ولم يجبه ثم سأله عند الجمرة الثانية فقال له مثل ذلك فلما رمى النبي (ص) جمرة العقبة ووضع رجله في الغرز قال أين السائل قال ..... إمام   ...

Berdasarkan perbandingan matan di atas menunjukkan bahwa tidak mengalami: (a) idraj (sisipan), (b) ziyadah (unsur tambahan), (c) maqlub (pergantian lafal atau kalimat), (d) idhthirab (pertentangan yang tidak bisa dikompromikan), (e) syadz (kerancuan dan atau keraguan). Adapun, perbedaan matan di atas masih dapat ditoleransi sebab hanya sebatas redaksi bahasa yang tidak merusak makna teks, struktur bahasa, dalil lain yang lebih kuat derajatnya, logika dan fakta sejarah.

Pesan utama sabda Nabi Saw tentang keutamaan berjihad dapat diyakini dari bersumber dari kitab Abu Dawud dan Tirmidzi sebab memiliki kata-kata singkat dan padat, tetapi dengan kehadiran hadis dalam kitab Ahmad sungguh sangat untuk dapat menentukan cerita di sebalik teks.

c.       Dilihat dari sesuaian pesan dengan Alquran menunjukkan bahwa matan ini tidak bertentangan dan saling mendukung.[4]

d.     Dilihat dari struktur bahasa menunjukkan bahwa matan ini tidak memiliki struktur bahasa sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang sudah lazim berlaku. Sedangkan, esensi pesan matan mampu mengambarkan sikap dan ketauladan Nabi Saw, berupa ketegasan Nabi Saw dalam menjawab persoalan yang terjadi pada masanya. Di mana, jika seseorang mampu berkata jujur dihadapan penguasa yang jahat, maka akibatnya adalah dibunuh.

Dilihat aspek sejarah menunjukkan bahwa matan ini tidak bertentangan dengan fakta sejarah. sudah menjadi pemahaman umum bagi umat Islam sedunia bahwa perjuangan Nabi Saw semasa hidup, selalu memperjuangkan nilai kebenaran dan keadilan bagi umat manusia.


[1] Materi Takhrij Hadis II, kajian matan. Dosen pengampu mata kuliah Alkadri, S.Ag, M.Ag / Hadari, S.Pd.I, M.Th.I. Materi ini ditulis sebagai bahan panduan yang dilengkapi dengan petunjuk teknis pembahasan materi, bagi mahasiswa Jurusan Ushuludin, Prodi Alquran dan tafsir dalam menempuh perkuliahan semester VI, tahun akademik 2013/2014.
[2] Catatan: (a) Jika dalam satu kitab hadis bisa terdapat dua atau bahkan lebih teks hadis, maka mahasiswa mencantumkan semua hadis tersebut dalam satu kitab, (b) jika mahasiswa menemukan hadis lebih dari 3 buah hadis, maka mahasiswa boleh mengambil 3 buah hadis tersebut, sisanya masukkan dalam catatan keterangan bahwa mahasiswa hanya mengambil 5 hadis dari … (sebutkan jumlah keseluruh) dengan pertimbangan … (sebutkan alasan mengambil 5 buah hadis tersebut).
[3] Lihat halaman 3 sampai 4 di atas. Pada pembahasan metodologi kritik matan. Tepatnya, pada alenia tentang rincian dua aspek dalam kritik matan, yaitu pelacakan syadz dan illat hadis.
[4] Dalam pembahasan ini mahasiswa bisa menemukan ayat-ayat Alquran yang sesuai makna pesannya dengan  hadis yang bersangkutan.