mata Kuliah Takhrij hadis II
(Studi Kritik Matan)[1]
A.
Pengertian dan Sejarah Kritik Matan
Kata
kritik (kritik matan) diambil dari bahasa Arab dari kata naqd yang
berarti memilih, membedakan, meneliti atau kritik. Sedangkan kata matan,
secaria bahasa berarti punggung jalan, muka jalan, tanah yang tinggi dan
keras. Secara istilah kata matan berarti materi, berita, sabda Nabi Saw
yang terletak setelah sanad yang terakhir. Jadi, kritik matan
hadis dapat dipahami sebagai upaya pemilihan atau penelitian secara seksama
terhadap berbagai teks yang terdapat dalam hadis.
Kritik
matan termasuk kajian tidak populer dilakukan oleh para ahli hadis dari
pada kritik sanad hadis. hal ini disebabkan tradisi penyampaian hadis
secara lisan mulai dari generasi sahabat sampai generasi tabi’ tabi’in.
tepatnya pada tahun ke 8 hijriah pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz
memerintahkan setiap gubernur untuk mencari para ahli agar dapat para ahli hadis
tersebut menuliskan setiap hadis yang dihapal untuk dicatat dan dibukukan
secara resmi. Mengingat, setiap susunan kata dan kandungan hadis dalam sebuah
kalimat, tidak bisa dinyatakan sebagai hadis, apabila tidak ditemukan rangkaian
rawi yang sampai kepada Nabi Saw.
1.
Kritik Matan Masa Nabi Saw
Pada masa awal, tradisi kritik hadis muncul sejak masa Nabi
Saw. Di mana, salah seorang sahabat Nabi Saw bernama Umar bin Khattab ketika
menerima berita dari seseorang bahwa Nabi Saw telah menceraikan istri-istrinya,
seketika itu Umar langsung mengecek berita tersebut kepada Nabi Saw. Rasulullah
Saw pun menjawab “tidak”. Umarnya akhirnya mengetahui bahwa Rasul hanya
bersumpah untuk tidak menggauli istri-istrinya selama sebulan.
Pada masa ini sangat mencari keaslian sabda Nabi Saw, sebab para sahabat dapat
bertemu langsung dengan Nabi sendiri.
2. Kritik Matan
Masa Sahabat
Kritik terhadap sabda
Nabi Saw dilakukan dengan cara mencari kabar kepada sahabat yang pernah
terlibat langsung dari Nabi Saw, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Aisyah
ketika mengkritik sabda Nabi Saw dari Abu Hurairah (w. 57 H) tentang mayat yang
kena azab kubur disebabkan oleh ratapan keluarganya. Ketika itu, Aisyah
membantah menyatakan bahwa riwayat tersebut keliru menyampaikan hadis sambil
menjelaskan matan yang sesungguhnya, yaitu “suatu ketika Nabi Saw
melewati kuburan orang Yahudi dan beliau melihat keluarga si mayat sedang
meratap di atas kuburan tersebut. Selanjutnya Aisyah mengutip surah Al-An’am
(6) ayat 264 artinya:”.... seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain....” beberapa sahabat juga melakukan hal yang sama, seperti Umar bin
Al-Khattab, Ali bin Abi Thalib, Absullah bin Mas’ud, dan Abdullah bin Abbas dan
Abdullah bin Umar.
Upaya kritik matan terhadap sabda Nabi Saw pada masa
sahabat adalah dengan cara meneliti kandungan sabda Nabi Saw dengan cara
menyesuaikannya dengan apa yang pernah didengar sendiri oleh sahabat, kemudian
membandingkannya dengan Alquran.
3.
Kritik Matan Tabi’ Tabi’in
Pada masa ini, terdapat tiga alasan utama para ahli hadis
dalam melakukan dan menjaga otentitas (keaslian) hadis, di antaranya: Pertama,
pengumpulan hadis yang dilakukan oleh al-Zuhri atas perintah Umar bin Abdul
al-‘Aziz. Kedua, lahirnya ilmu kritik hadis dalam arti sesungguhnya.
Kelanjutan dari proses “kematangan” kritik sanad. Ketiga, lahirnya
semangat kuat untuk melakukan pelacakan hadis sebagaimana yang telah dilakukan
oleh para generasi sebelumnya.
4. Kritik Matan
Masa Itba’ Tabi’in
Masa itba’
tabi’in atau generasi tabi’in ketiga
pasca sahabat yang dinilai sebagai periode penyempurnaan.
Di mana pada masa ini, ilmu hadis sudah mengalami perkembangan yang luar biasa.
Ilmu hadis sudah ditekuni oleh banyak para ahli hadis seluruh pelosok dunia.
Akibatnya, kritik hadis tak lagi terbatas pada kalangan ulama “Arab”, melainkan
di seluruh wilayah Islam.
Akhir
abad ke-2 H, sudah dimulai penelitian kritik hadis secara teori dan praktek.
Seperti imam Syafi’i dikenal sebagai ulama yang pertama kali mewariskan teori
ilmu hadis sebagaimana terdapat dalam karyanya berjudul ar-Risalah
(kitab ushul fikih) dan al-umm (kitab fikih).
B.
Metodologi Kritik Matan
Metodologi
kritik matan bersandar pada kualitas hadis. apakah hadis tersebut bisa
diterima dan dimalakan yang terdiri dari shahih dan hasan; matan tidak
jangkal (syadz) dan tidak memiliki cacat (illat). Untuk itu,
metodologi yang dilakukan dalam kritik matan adalah metode perbandingan
hadis dengan menggunakan pendekatan rasional.
Metode
perbandingan matan ini telah dilakukan sejak masa sahabat dalam menentukan atau
memilih sejauh mana keaslian sabda Nabi Saw. Perbandingan hadis dengan Alquran,
perbandingan hadis dengan hadis. Selain itu, melihat perbandingan hadis dengan
fakta sejarah. Jika terjadi pertentangan, maka hadis yang bersangkutan dicoba
untuk di-takwil atau di-takhsish, sesuai sifat dan tingkat
pertentangannya. Tujuannya adalah untuk mengkompromikan satu hadis dengan hadis
yang lainnya. Tetapi, jika tidak bisa dikompromikan, maka dilakukan tarjih
yaitu mencari dalil yang lebih tinggi tingkat keshahihannya.
Manfaat
dilakukannya kritik matan antara lain:
1. Terhindar dari
kekeliruan dalam menerima riwayat hadis
2. Mengetahui
adanya kemungkinan kesalahan rawi hadis dalam meriwayatkan hadis.
3. Menghindari
pemalsuan atau manipulasi hadis oleh oknum tertentu yang berkepentingan ingin
berlindung atas nama syariat.
Secara
rinci, terdapat dua aspek dalam melakukan kritik matan yaitu matan
hadis tidak mengandung syadz (keraguan) dan ‘illat (cacat).
1.
Kritik matan yang tidak mengandung unsur syadz
(keraguan), yaitu: (1) matan hadis tidak berdiri sendiri,
tetapi terdapat matan yang serupa dalam riwayat lainnya, (2) Matan tidak
bertentangan dengan hadis yang lebih kuat kualitasnya, (3) Matan
tidak bertentangan dengan Alquran, (4) matan itu bertentangan dengan logika dan
fakta sejarah.
1.
Kritik matan tidak mengandung ‘illat dengan
kriteria: (a) matan tersebut tidak mengandung idraj
(sisipan), (b) matan hadis tidak mengandung ziyadah (tambahan),
(c) matan hadis tidak mengandung maqlub (pergantian lafaz atau
kalimat), (d) matan tidak terjadi idhthirab (pertentangan yang
tidak bisa dikompromikan), (e) matan tidak mengalami kerancuan lafaz dan
penyimpangan makna yang jauh dari matan hadis tersebut.
C.
Langkah-Langkah dalam Melakukan
Kritik Matan
Terdapat
lima langkah dalam melakukan kritik matan, di antaranya:
1.
Menghimpun hadis yang memiliki kesamaan tema.
Indikator yang termasuk memiliki kesamaan tema antara lain:
(a) setiap hadis yang memiliki sumber sanad dan matan yang sama,
baik matan yang diriwayatkan secara lafaz maupun makna, (b) Setiap
hadis yang mengandung makna yang sama baik yang se-ide atau bertolak
belakang ide yang terkandung dalam matan tersebut, (c) Se-tema dalam
arti dalam satu bidang disiplin ilmu, seperti bidang aqidah, ibadah, muamalat
dan lain sebagainya.
Perlu diingat bahwa hadis tepat untuk dibandingkan adalah
hadis yang memiliki kualitas sanad dan matan yang sederajat.
Contoh, jika hadis yang akan dibandingkan berkualitas shahih, maka hadis
pembandingnya harus berkualitas shahih juga. Begitu juga dengan matan
akan dibandingkan yang tidak mengalami syadz (keraguan), maka matan
pembandingnya dalam riwayat lain juga tidak mengalami syadz. Adapun,
perbedaan matan dari hasil perbandingan tersebut jika memiliki kesamaan makna,
maka perbedaan tersebut dapat ditoleransi.
2.
Melihat Tingkat Kesahihan matan melalui
pendekatan hadis
Kaidah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjawab jika suatu
matan bertentangan dengan matan lainnya, dengan asumsi bahwa
tidak mungkin Nabi Saw melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan
sabdanya yang lain (galau). Hakekatnya, setiap kandungan matan
tidak ada yang bertentangan dengan hadis dan Alquran.
Jika terdapat hadis yang seolah-olah bertentangan, maka cara
penyelesaian dengan melakukan pendekatan ilmu mukhtalifu al-hadis.
Imam Syafi’i mengemukakan empat cara menyelesaikannya, yaitu: (a) mencari
dan menentukan kandungan makna matan mana saja yang bersifat
universal dan terperinci, (b) mencari dan menentukan kandungan matan
mana saja yang bersifat umum dan khusus, (c) menentukan matan
mana saja yang dinilai mengandung makna dihapus (nasakh) dan yang
menghapus (mansukh), (d) mengupayakan sebisa mungkin kedua
matan yang bertentangan dapat diamalkan.
3.
Melihat Tingkat Kesahihan matan melalui
pendekatan Alquran
Penelitian matan dengan cara ini dilakukan berawal
dari pandangan bahwa Alquran adalah sebagai sumber pertama dalam ajaran Islam.
Oleh sebab itu, Alquran hendaknya difungsikan sebagai penentu hadis yang dapat
diterima tetapi tidak sebaliknya. Akan tetapi, jika terdapat matan
yang seolah-olah bertentangan dengan
Alquran, maka cara yang ditempuh adalah dengan melakukan ta’wil atau
menerapkan ilmu mukhtalif al-hadis sebagaimana telah diuraikan di
atas.
4.
Melihat Tingkat Keshahihan Matan dengan
Pendekatan Bahasa
Pendekatan bahasa
dilakukan adalah sebagai upaya untuk mengetahui sejauh mana kualitas hadis yang
terfokus dalam beberapa aspek, di antaranya: (a) melihat kesesuaian susunan
bahasa dalam matan dengan kaidah bahasa Arab, (b) Melihat sejauh mana penggunaan kata
dan atau istilah dalam matan tersebut, kemudian menyesuaikannya dengan
penerapan kata-kata yang sering digunakan pada masa Nabi Saw. Jika kata yang
terkandung dalam matan tersebut menggunakan kata-kata yang muncul dalam
literatur Arab Modern, maka dapat dinyatakan matan tersebut tidak bisa
digunakan, (c) matan hadis mengandung nilai-nilai ketauladanan yang
dapat mengambarkan karakteristik kenabian Muhammad Saw, (d) menelusuri
kesamaan makna dan atau pemahaman antara makna kata dalam matan dengan
pemahaman si pembaca dan atau oleh si peneliti hadis.
5.
Melihat Tingkat Keshahihan Matan dengan
Pendekatan Sejarah
Pembahasan hadis baik
secara sanad maupun matan, tidak bisa melepaskan dari aspek sejarah.
Kajian kritik matan dalam aspek sejarah, umumnya digunakan sebagai media
pemahaman hadis. Tetapi, aspek sejarah dalam perspektif keshahihan matan
di sini adalah untuk melihat sejauhmana kandungan matan tersebut apakah sesuai
atau bertentangan dengan fakta sejarah. jika kandungan dalam matan tersebut
bertentangan dengan fakta sejarah, maka tingkat keshaihan matan tersebut
gugur.
D. Petunjuk
Teknis Pembahasan Makalah dan Contohnya
Setiap
mahasiswa yang sudah terbagi dalam kelompok dan bahan materi hadis
masing-masing, pada prinsipnya diperkenankan membuat makalah di luar petunjuk
teknis ini selama tidak bertentangan dengan substansi dan metodologi penelitian
kritik matan yang berlaku secara umum. Tetapi, petunjuk teknis ini dibuat
bertujuan untuk mempermudah bagi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas kuliah
dalam materi takhrij hadis II, kajian kritik matan.
Langkah-langkah
pembuatan makalah:
1.
Setiap kelompok mahasiswa melakukan penelusuran matan
(sesuai dengan materi masing-masing), melalui program komputerisasi maktabah
syamilah. Kitab hadis yang ditelusuri adalah kitabut tis’ah (kitab
sumber hadis yang sembilan), terdiri dari kitab: (a) sunan Abu Dawud, (b) sunan
Darimi, (c) sunan Ibnu Majah, (d) sunan Tirmidzi, (e) sunan Nasa’I, (f) shahih
Bukhari, (g) shahih Muslim, (h) musnad Ahmad ibn Hambal, (i) Muwatha’ Malik.
2.
Penelusuran matan dalam kitab sumber hadis yang
sembilan (kitabut tis’ah). Kemudian menterjemahkannya ke dalam bahasa
Indonesia. Contoh,[2]
penelusuran matan berdasarkan lafaz كلمة عدل dalam kitabut
tis’ah, sebagai berikut:
Hadis
Pertama, terdapat dalam kitab sunan Abu dawud, yaitu:
أَفْضَلُ
الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Jihad
yang paling utama adalah mengatakan yang benar dihadapan penguasa yang jahat.
Hadis
kedua, terdapat dalam kitab sunan Tirmidzi, yaitu:
أن النبي
صلى الله عليه و سلم قال إن من أعظم الجهاد كلمة عدل عند سلطان جائر
Bahwasanya
Nabi Saw bersabda: sesungguhnya yang termasuk jihad yang paling agung adalah
mengatakan yang benar dihadapan penguasa yang jahat.
Hadis
ketiga, terdapat dalam kitab Musnad Ahmad ibn HAmbal, yaitu:
جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم وهو
عند الجمرة الأولى فقال يا رسول الله أي الجهاد أفضل قال فسكت عنه ولم يجبه ثم سأله
عند الجمرة الثانية فقال له مثل ذلك فلما رمى النبي صلى الله عليه و سلم جمرة العقبة
ووضع رجله في الغرز قال أين السائل قال كلمة عدل عند إمام جائر
Seseorang
telah datang menghadap Nabi Saw ketika
dia melaksanakan jumrah pertama, maka ia berkata ya, Rasulullah jihad yang
paling utama itu apa, maka Rasulullah Saw diam dan tidak menjawabnya, kemudian
orang tersebut bertanya lagi pada jumrah kedua dengan pertanyaan yang sama maka
ketika Nabi Saw melewati jumrah ‘aqabah dan ketika ia meletakkan kedua kakinya
semula. Beliau bersabda di mana orang yang bertanya tadi, maka beliau bersabda
(menjawab), jihad yang paling utama adalah berkata yang benar dihadapan imam
yang jahat.
Berdasarkan
penelusuran matan melalui program komputerisasi maktabah syamilah pada كلمة عدل penulis hanya menemukan tiga hadis
dengan lafaz yang berbeda-beda.
3.
Menentukan tingkat keshahihan matan, melalui
metodologi kritik matan (lihat: halaman 4-6, bagian pembahasan C tentang
Langkah-Langkah dalam Melakukan Kritik Matan).
Contoh,
berdasarkan kriteria keshahihan matan di atas. Dapat dipahami bahwa matan
hadis tentang keutamaan jihad dihadapan penguasa adalah shahih dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Dilihat dari
aspek temanya bahwa hadis tentang “keutamaan jihad dihadapan penguasa yang
jahat” memiliki tema yang sama yaitu tentang “keutamaan berjihad”
b. Dilihat dari
aspek perbandingan hadis bahwa tidak terdapat pertentangan makna antara hadis
yang satu dengan yang lainnya. Tetapi sebaliknya, saling melengkapi dan
mendukung, walaupun terdapat penambahan kata dan atau kalimat, sebagaimana
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Perbandingan Hadis
dan kritik terhadap syadz dan illat dalam
matan.[3]
Matan
|
||
جاء رجل إلى النبي صلى الله
عليه و سلم وهو عند الجمرة الأولى فقال يا رسول الله أي الجهاد أفضل قال فسكت عنه
ولم يجبه ثم سأله عند الجمرة الثانية فقال له مثل ذلك فلما رمى النبي صلى الله عليه
و سلم جمرة العقبة ووضع رجله في الغرز قال أين السائل قال كلمة عدل عند إمام جائر
|
||
Kitab
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
Abu
Dawud
|
1. Persamaan secara umum:
كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ
... جَائِرٍ
2. Lafazأفضل terdapat pada Abu Dawud dan Ahmad.
3. Lafaz إمام hanya terdapat pada Ahmad
4. Lafaz سُلْطَانٍ terdapat pada Abu Dawud dan
Tirmidzi
|
أَفْضَلُ الْجِهَادِ ....
|
Tirmidzi
|
أن النبي (ص) قال إن من أعظم ....
|
|
Ahmad
ibn Hambal
|
جاء
رجل إلى النبي (ص) وهو عند الجمرة الأولى فقال يا رسول الله أي الجهاد أفضل قال فسكت
عنه ولم يجبه ثم سأله عند الجمرة الثانية فقال له مثل ذلك فلما رمى النبي (ص) جمرة
العقبة ووضع رجله في الغرز قال أين السائل قال ..... إمام ...
|
Berdasarkan
perbandingan matan di atas menunjukkan bahwa tidak mengalami: (a) idraj
(sisipan), (b) ziyadah (unsur tambahan), (c) maqlub (pergantian
lafal atau kalimat), (d) idhthirab (pertentangan yang tidak bisa
dikompromikan), (e) syadz (kerancuan dan atau keraguan). Adapun,
perbedaan matan di atas masih dapat ditoleransi sebab hanya sebatas
redaksi bahasa yang tidak merusak makna teks, struktur bahasa, dalil lain yang
lebih kuat derajatnya, logika dan fakta sejarah.
Pesan
utama sabda Nabi Saw tentang keutamaan berjihad dapat diyakini dari bersumber
dari kitab Abu Dawud dan Tirmidzi sebab memiliki kata-kata singkat dan padat,
tetapi dengan kehadiran hadis dalam kitab Ahmad sungguh sangat untuk dapat
menentukan cerita di sebalik teks.
c. Dilihat dari
sesuaian pesan dengan Alquran menunjukkan bahwa matan ini tidak
bertentangan dan saling mendukung.[4]
d. Dilihat dari
struktur bahasa menunjukkan bahwa matan ini tidak memiliki struktur
bahasa sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang sudah lazim berlaku. Sedangkan,
esensi pesan matan mampu mengambarkan sikap dan ketauladan Nabi Saw,
berupa ketegasan Nabi Saw dalam menjawab persoalan yang terjadi pada masanya.
Di mana, jika seseorang mampu berkata jujur dihadapan penguasa yang jahat, maka
akibatnya adalah dibunuh.
[1] Materi Takhrij
Hadis II, kajian matan. Dosen pengampu mata kuliah Alkadri, S.Ag, M.Ag /
Hadari, S.Pd.I, M.Th.I. Materi ini ditulis sebagai bahan panduan yang
dilengkapi dengan petunjuk teknis pembahasan materi, bagi mahasiswa Jurusan
Ushuludin, Prodi Alquran dan tafsir dalam menempuh perkuliahan semester VI,
tahun akademik 2013/2014.
[2] Catatan: (a) Jika dalam satu kitab hadis bisa
terdapat dua atau bahkan lebih teks hadis, maka mahasiswa mencantumkan semua
hadis tersebut dalam satu kitab, (b) jika mahasiswa menemukan hadis lebih dari 3
buah hadis, maka mahasiswa boleh mengambil 3 buah hadis tersebut, sisanya
masukkan dalam catatan keterangan bahwa mahasiswa hanya mengambil 5 hadis dari
… (sebutkan jumlah keseluruh) dengan pertimbangan … (sebutkan alasan mengambil
5 buah hadis tersebut).
[3] Lihat halaman 3 sampai
4 di atas. Pada pembahasan metodologi kritik matan. Tepatnya, pada
alenia tentang rincian dua aspek dalam kritik matan, yaitu pelacakan syadz
dan illat hadis.
[4] Dalam pembahasan ini mahasiswa bisa menemukan
ayat-ayat Alquran yang sesuai makna pesannya dengan hadis yang bersangkutan.